Jumat, 19 November 2010

If Only I Could Turn Back Time

Itu sepenggal kalimat dari lagu yang dulu pernah kudengar, entah siapa penyanyinya. Tapi kata-kata lagu itu yang kini sering berdengung di kepalaku. If only I could turn back time...

Pernah dengar kan kalau penyesalan selalu datang belakangan? Yah, kalau datang duluan namanya bukan penyesalan tapi antisipasi. Hehe... But, it's true. Kadang kita baru merasa menyesali sesuatu kalau 'sesuatu' yang ternyata berharga itu sudah hilang.

Kenapa aku angkat topik ini? Karena aku sedang merasa kehilangan. Aku lost contact dengan sahabatku. Bukan lost karena aku kehilangan handphone ataupun nomor telepon-nya, tapi karena cukup lama kami nggak berkomunikasi dengan intens seperti dulu. Sampai-sampai waktu ngobrol di telepon ataupun lewat YM or BBM jadi canggung, kayak orang nggak kenal yang gampang kehabisan topik. Padahal... Dulu, saking seringnya kami komunikasi lewat telepon, sampai orang-orang kantorku selalu ngira aku telepon-an dengan pacarku. Hahaha... Tapi sekarang... Fiuhhh... *menghela napas pasrah*

Sekarang, aku coba merunut-runut, sejak kapan dan apa penyebab hubungan persahabatan yang sudah kami lalui dengan baik selama 11 tahun menjadi berubah hambar. Menurut hasil analisa-ku sih... Sibuk. Ya, sejak bekerja kami punya kesibukan masing-masing yang semakin lama semakin banyak aktivitas yang menyita waktu, sampai waktu untuk membangun relationship antara kami pun semakin berkurang. Walaupun selama 2 tahun pertama bekerja tidak mempengaruhi kedekatan kami, entah kenapa memasuki tahun ke-3 di dunia kerja, baru mulai terasa betapa banyak waktu yang tersita untuk 'mencari sesuap nasi', bukan hanya pada jam kerja, tapi juga jam-jam lain yang berhubungan dengan kerja, seperti waktu di perjalanan, waktu istirahat. Bahkan, untuk sekedar meluangkan waktu untuk menelepon sejenak pun rasanya nggak sempat dan capek banget.

Tapi sebenarnya inti dari semua itu adalah kurang bisanya aku me-manage waktu. Kalau saja aku bisa me-manage waktu dengan baik, dengan sekedar mengirim SMS atau menelepon sekedar tanya kabar, mungkin persahabatan kami sekarang tidak se-garing ini. Why not? She's my best friend. If only I could turn back time, I would do it.

Now... Life must go on. Aku sedang mencoba memperbaiki hubungan kami yang sedang garing. Walaupun harus berjuang keras untuk mendapatkan kedekatan sahabat dengannya seperti dulu, Karena sahabatku ini, dialah orang yang selama 11 tahun selalu berada bersamaku di saat senang dan susah, sehat dan sakit, kaya dan miskin (hehe... kayak kutipan janji pernikahan ya...). But, she did. She is a shoulder to cry on, she's a friend I can share my secrets without worry that it might flown out, she's my best friend ever. Simply said, she's one of the best thing ever happen to me. And I really thank God for sending her to be my best friend, in the past, present, and future, she'll always be my best friend.

Satu hal yang aku pelajari dari kejadian ini. Waktu terlalu berharga untuk dilewatkan tanpa orang-orang yang kita kasihi. So, let's spend more time with the ones we love. They are precious people worth of our precious time. 

If only I could turn back time... Unfortunately, I can't. So, let's not regret our past times, but do better things with our times ahead.




PS : My best friend, you really are one of the best thing ever happen to me. Send my prayer and love to you. God bless you, my beloved friend. (I hope you read this ^,^)

Selasa, 02 November 2010

Here I Come Again...

Finally... Bisa aktif ber-blogging lagi. So, here we go again...

Salah satu kegemaranku selain nonton adalah membaca. Yah, membaca. Kayak hobi di biodata yang ditulis anak SD di diary temennya ya? Oops, apa anak SD sekarang masih ada kegiatan gitu ya? Maklum, jaman SD-ku sudah lewat belasan tahun lalu. Hehe...

Back to topic. I love reading books. Mulai dari komik, novel, kesaksian hidup, psikologi umum, dll. Syarat buku yang bakal habis kulalap cuma 1 : bahasanya ringan. Kalau bahasanya berat, sori sori deh, sebagus atau se-best seller apapun bukunya, nggak bakal kubaca sampai selesai. Hehe...

Belakangan ini sih aku lebih sering baca novel. Karena... Yah, menyesuaikan diri aja. Masa' terus baca komik "Serial Cantik" atau buku petualangan "Lima Sekawan"? Kayaknya udah lewat masa tayangnya tuh buku-buku, meskipun koleksinya masih tersimpan di lemari buku-ku.


Soal novel, aku pun pilih-pilih. Nggak semua novel kubaca. Singkatnya, sesuai seleraku aja deh. Untuk sekarang ini, aku lebih menikmati baca novel-novel lokal. Why? Soalnya budaya dan jargon yang digunakan lebih gampang dimengerti ketimbang novel-novel impor atau terjemahan. Yah, sesuai dengan kondisiku yang memang belum pernah meninggalkan negeri tercinta juga. ^o^

Nah, dari kegiatan baca membaca novel inilah aku terkagum dengan salah satu anak bangsa yang karya-karya novel-nya patut diacungi empat jempol. Dari keseluruhan aspek, novel-novel buatannya almost perfect. Mau tahu siapa? Namanya (entah nama asli atau nama pena, karena biodata-nya sulit sekali dicari) : Ilana Tan. Karya-karyanya baru 4 novel yang menghebohkan dunia pernovelan di kepalaku (hehe...) : Summer In Seoul, Autumn In Paris, Winter In Tokyo, dan Spring In London.


Terlihat kan kesamaan dari ke-empat judul novel itu? Ya, semuanya ditulis mengikuti 4 musim yang ada di dunia namun dengan setting tempat yang berbeda. Ada lagi yang lebih heboh : keempat novel ini bukan prekuel - sekuel, tapi sama sekali tidak ada kaitan cerita antara satu dengan yang lain. Tapi... ada kaitan tokoh di setiap buku. Maksudnya, tokoh utama wanita di setiap buku ini pasti adalah blasteran Indonesia. Dan juga, di setiap buku, ada tokoh-tokoh yang mengaitkan antar buku dan antar negara setting cerita. Rumit kan? Justru di situ kelebihan dari novel-novel ini.

Selain setting cerita dan tokoh yang tidak biasa, aku suka sekali gaya penulisan Ilana Tan di novel-novelnya. Pengenalan budaya dan istilah dari negara yang dijadikan setting novel sangat mendukung dan membangun suasana pembaca hingga seakan-akan ada di negeri orang. Juga alur cerita yang tidak terlalu terbuka sejak awal, selalu ada misteri yang disembunyikan pada awal cerita dan baru terungkap di pertengahan cerita. Bahasa yang digunakan juga sangat cerdas, meskipun formil tapi tidak membuat pembaca boring. Selain itu, ada beberapa bahasa penulisan tarik ulur yang belum pernah aku temui di pengarang lain (catatan : pengarang lain yang bukunya pernah kubaca ya...). Pokoknya, banyak sekali kelebihan yang aku temui pada diri pengarang yang satu ini sampai-sampai aku berani menempatkan dia pada Top 1 novelis Indonesia. Hehe... But, that's just my thoughts. 

Nah, untuk lebih detail membahas novel-novel Ilana Tan, tunggu posting berikutnya ya... Because I have to get some sleep before I wake up early in the morning. Dan aku juga belum membaca novel terakhir yang Spring In London. Hehe... So, about Ilana Tan and the novels, to be continued...